Jalan berliku, tanah sirtu dan jembatan rusak setiap hari dilaluinya. Dari terminal ke arah Rangas, kemudian menyusuri pinggiran pantai melewati Sumare dan berakhir di ujung Tapandulu itulah rute yang selalu ia jalani. Sampai pada penghujung jalan, berbatasan dengan laut.
Raga tua tak menyurutkan niatnya. Anak-anak sekolah pun ditawarinya untuk menumpang. Terkadang satu atau dua anak menumpang terkadang juga dia berangkat dan pergi tanpa penumpang.
Damri, angkutan tua dengan pelayanan ekstra ini adalah wujud cinta pemerintah kepada rakyatnya. Dengan tagline angkutan rintisan, ia membantu memudahkan mobilisasi masyarakat. Namun sayang, di kota ini kehadirannya tidak begitu dillihat oleh penduduk. Saat ditanya berapa rata-rata jumlah penumpangnya, sopir pun menjawab nol. Masyarakat ternyata belum familiar dengan angkutan ini.
Lalu bagaimana penduduk itu melakuakan mobilitas?. Biasanya mereka menggunakan motor/mobil milik pribadi atau angkutan sewa sebagai alat transportasi. Dengan waktu tempuh sekitar satu jam, biaya yang dikeluarkan pun aduhai. Namun penduduk masih menggunakan angkutan sewa dengan alasan fleksibilitas waktu.
Merugikah perusahaan otobus ini? Kalau rugi pasti iya, namun janji pemerintah tentang konektivitas antar wilayah bukan hanya semata-mata berbicara untung atau rugi. Tinggal bagaimana melakukan strategi optimalisasi aktivitas bisnisnya. Halte sudah ada, armada tersedia, namun masyarakat enggan menggunakannya, lalu salah siapa?
Menurut saya, dibutuhkan perhatian ekstra terkait sosialisasi dan promosi angkutan perintis ini. Pemda hendaklah melakukan sosoalisasi melalui unit pemerintahan terkecil yang ada, pemerintah desa misalnya. Ceritakan tentang adanya angkutan rintisan yang siap memudahkan mobilitas penduduk. Karena masyarakat ternyata masih banyak yang belum tahu tentang keberadaan angkutan ini.
Hal lain yang perlu dievaluasi adalah terkait jadwal keberangkatan. Dalam papan tertulis jadwal keberangkatan pukul 09.00 dari Mamuju, dan pukul 07.00 keesokan harinya dari Tapandullu. “Karena armada ke arah Tapandullu hanya satu saja, jadi ya harus bermalam”, tutur staf angkutan yang saya tanya tentang jadwal keberangkatan tersebut. Namun prakteknya, meleset. Kadang-kadang bus berangkat pukul 11.00 kadang juga tidak berangkat seperti kejadian saya waktu itu. Nah kejadian bus tidak berangkat ini yang menjadikan orang kapok. Bagaimana tidak sudah berharap di pinggir halte, membawa banyak komoditi pertanian yang akan dijual ke pasar, eee gak ada bis nya. Disitu saya dapat merasakan kesedihanya.
Komentar Terbaru